Opini
*Urgensi Pembentukan DOB di Tanah Papua*
Oleh Yosua Douw,S.Sos M.Si, MA
PEMERINTAH Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tak lama lagi akan membahas dan mengesahkan pemekaran sejumlah daerah otonomi baru (DOB) di tanah Papua. Langka itu sekaligus merespon aspirasi warga dan sejumlah elemen dari daerah di tanah Papua. Sepintas, rasanya keringat pemerintah pusat, DPR RI, pemerintah daerah, dan masyarakat bumi Cenderawasih belum kering namun akan memulai membahas dan mengesahkan sejumlah DOB kabupaten/kota di wilayah paling timur Indonesia itu.
Publik tahu, tanah Papua baru selesai memiliki empat provinsi baru masih-masing Provinsi Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Tengah buah pemekaran dari induknya, Provinsi Papua. Begitu pula Provinsi Papua Barat Daya, yang baru saja melepaskan diri dari Papua Barat dan resmi berdiri sebagai sebuah DOB provinsi baru di wilayah itu. Karena itu, saat ini tanah Papua sudah mengoleksi enam provinsi baru.
Pada Selasa (14/3) DPR RI melalui Komisi II melalui suratnya dengan perihal Undangan Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat mengundang para Pelaksana Harian Gubernur Papua serta lima penjabat gubernur, para pimpinan DPR Papua serta DPR Papua Barat merapat di Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta. Agenda pertemuan dimaksud yaitu pembentukan daerah otonom baru di kabupaten/kota di tanah Papua.
Rencana pembentukan DOB kabupaten/kota, tentu melahirkan reaksi beragam terutama di kalangan elite dan masyarakat serta komponen lain di tanah Papua. Reaksi akan menempatkan pemerintah di satu sisi dengan niat dan langkah pemekaran. Namun, di sisi lain niat dan langkah tersebut akan berbenturan dengan cara pandang sebagian elite dan masyarakat serta berbagai komponen di tingkat lokal di kutub berlainan.
Salah satu dari sekian banyak pertanyaan logis dalam hati masyarakat tanah Papua tentu segera lahir. Apa urgensi memekarkan tanah Papua menjadi DOB kabupaten/kota saat ini. Apakah langkah pembentukan DOB sungguh menjawab kepentingan kolektif masyarakat atau sekadar agenda elite mendulang benefit politik tertentu yang selalu disuarakan di sebagian orang atau kalangan masyarakat dan elemen tertentu di internal Papua?
Argumentatif
Rencana pemerintah dan DPR RI bersama pemerintah daerah dan pucuk pimpinan DPR Papua maupun Papua Barat, suka tidak suka, akan melahirkan beragam suara pro-kontra masyarakat dan berbagai elemen di tanah Papua. Beragam suara pro-kontra itu akan mewarnai proses pembahasan hingga pengesahan calon DOB kabupaten/kota.
Pro-kontra lahir karena masing-masing pihak memiliki pandangan berbeda. Namun, demi kepentingan yang lebih luas maka pemerintahan tetap berjalan guna memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Di satu sisi, pemerintah pusat dan DPR RI serta pemerintah daerah dan DPR Papua dan Papua Barat serta sebagian masyarakat yang pro pemekaran. Meski demikian, suara-suara penolakan tentu akan muncul sehingga alasan yang argumentatif di balik pemekaran tak boleh diabaikan dan wajib disampaikan kepada pemerintah dan masyarakat tanah Papua. Mengapa demikian? Paling kurang ada beberapa hal.
Pertama, ihwal pemekaran adalah niat baik pemerintah pusat bersama pemerintah dan para wakil rakyat di Senayan serta pemerintah daerah, DPR Papua dan Papua Barat serta usulan sejumlah elemen di daerah mengejar ketertinggalan sebagian wilayah tanah Papua, yang hingga kini masih terlihat sana sini meski gelontoran dana otonomi khusus sangat besar.
Rapat Kerja (Raker) maupun Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar pemerintah pusat dan DPR RI bersama para gubernur dan pimpinan DPR Papua dan DPR Papua Barat untuk memekarkan sejumlah wilayah di tanah Papua adalah respon atas aspirasi masyarakat terkait perlu dan mendesaknya kehadiran DOB kabupaten/kota di bumi Cenderawasih.
Kedua, pemerintah pusat dan DPR bersama pemerintah daerah dan DPR Papua serta DPR Papua Barat berkewajiban menjelaskan bahwa pemekaran merupakan hal normatif dalam praktik pemerintahan sekaligus merespon aspirasi pemekaran yang lahir adat datang dari inisiatif masyarakat dan berbagai elemen di tanah Papua terkait perlunya daerah otonom baru. Hal tersebut penting agar tidak muncul penolakan di tengah sebagian masyarakat atau elemen di tanah Papua.
Pemerintah pusat dan DPR RI perlu menjawab serius pertanyaan klasik terutama di internal orang asli Papua, yaitu demi kepentingan apa dan untuk siapa akhir dari pemekaran itu? Artinya, pemerintah pusat dan DPR RI, termasuk pemerintah daerah dan DPR Papua serta DPR Papua Barat bukan sekadar menjawab perlunya pembentukan daerah otonom baru di tanah Papua.
Ketiga, pasca pengesahan DOB pemerintah pusat berkewajiban memperhatikan hak dasar orang Papua seperti pengangkatan pegawai negeri sipil, P3K, pengusaha orang asli Papua, dan pimpinan partai politik dan lembaga-lembaga lain di tanah Papua. Karena itu, saat DOB terbentuk langkah mengakomodir sumber daya manusia (SDM) orang asli Papua adalah hal utama dan tida perlu ditawar lagi.
Percepatan pembangunan
Pembentukan daerah otonom baru di tanah Papua, hemat penulis merupakan salah satu kebijakan negara demi kepentingan pemerataan pembangunan dan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat.
Pemerintah pusat tentu mengambil langkah pemekaran secara hati-hati sesuai usulan dari masyarakat serta berbagai elemen di tanah Papua. Bahkan sejumlah wilayah hasil pemekaran tak lama sejak UU Otsus berlaku, tumbuh menjadi kabupaten yang mulai perlahan maju.
Dalam Dengarkan Papua (2021), peneliti Papua Amiruddin al Rahab mengulas sekilas Tolikara. Tolikara, sebuah kabupaten di pedalaman pegunungan Papua yang tadinya begitu jauh, nyaris dilupakan kini begitu dekat dengan khalayak Indonesia. Tolikara, kabupaten yang dibentuk tahun 2002 itu menjadi buah bibir berbagai media, pejabat tinggi negara, para tokoh agama, pendekar hukum, komandan tantara, petinggi polisi hingga politikus.
Sejak menjadi daerah otonom baru, misalnya, jalan darat dari Wamena dibuka dan diperbaiki, lapangan terbang juga dibangun lebih bagus dengan jadwal penerbangan regular. Kantor-kantor pemerintah baru hadir dengan ratusan pegawai dan segala suku dan etnis.
Perubahan wajah dan laju pembangunan Tolikara (sekadar menyebut satu di antara kabupaten pemekaran lainnya) adalah buah pemekaran yang direspon pemerintah berpijak aspirasi masyarakat dan elemen-elemen lainnya yang muncul dari akar rumput, grass root lalu direspon pemerintah daerah dan pusat dalam kerangka percepatan pembangunan.
Sedangkan Paskalis Kosay dalam Pemekaran Wilayah di Tanah Papua (2012) menyebut, paling kurang ada empat persoalan yang dipandang krusial dalam membangun tanah Papua saat ini dan di masa akan datang. Keempat hal dimaksud yaitu (i) pembukaan isolasi wilayah, (ii) masalah sumber daya manusia (SDM) yang meliputi kesehatan dan pendidikan, (iii) pertumbuhan ekonomi, dan (vi) pelayanan publik.
Namun, tugas berat pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat dan semua komponen segera menghadang. Salah satu hal yang menurut saya sangat penting diperhatikan pemerintah pusat yakni kesungguhan menjadikan pemekaran rahim yang sehat bagi masyarakat tanah Papua.
Pemekaran menjadi pintu masuk tumbuh kembangnya masyarakat tanah Papua yang mandiri dan sejahtera sebagaimana kerinduan kolektif cita-cita lahirnya daerah otonom baru. Hal ini tentu menjadi aspek yang urgen kehadiran daerah otonom tersebut, bukan utopis.