Midiles Kogoya, S. M
KARUBAGA.[TOLITVNEWS.COM]-Setiap manusia berdasarkan suku etnis dan bangsa di bumi memiliki budaya masing-masing, Tentu hal ini sangat sulit untuk di uraikan dalam mengeksplorasikan ke dunia luar khususnya nasional dan internasional, Keunikan budaya dan sosial di Papua dari 225 suku sangat kompleks dan mendalam.
Penulis sendiri tidak melakukan metode penelitian di lapangan menggunakan data kualitatif dan kuantitatif , sehingga tulisan ini dimaksudkan sebagai opini . karena saya melihat sendiri aspek ini jarang orang menulis untuk ekspos keluar.ucap Midiles Kogoya"
Oleh karena itu untuk menulis aspek ini menjadi tanggung jawab kita bersama, selain pemerintah hanya fokus mengeksplorasi budaya yang positif kehidupan sehari- hari orang Papua seperti Tarian adat, budaya masak, budaya berpakaian, budaya kearifan Lokal, Tapi belum dengan aspek ancaman budaya seperti Racun atau Magareya sebutan dalam bahasa daerah suku LANI provinsi Pegunungan Papua seperti Kab. Tolikara, Lanny jaya, puncak jaya, Mamberamo Tengah, dan puncak Ilaga,
Magareya menjadi isu yang tren di tengah masyarakat, karena orang meninggal tanpa riwayat sakit tapi meninggal secara misterius atau tiba- tiba, tidak lain adalah faktor Magariya hal itu di simpulkan atau diyakini oleh tokoh-tokoh adat budaya Masyarakat sekitar dalam melihat kasus kematian misterius ini.tutur Midiles Kogoya"
Hasil penemuan di lapangan oleh masyarakat melihat magareya ini ada dua versi yang pertama Magareya lama dan yang kedua magareya baru _(Yikwanak Permisis)._ Ciri- Ciri kematian orang dari kedua versi magareya ini yaitu:
Magariya Lama , seseorang yang kena magareya akan merasakan gejala sakit seperti sakit kepala, Sakit perut dan bisa bertahan dua hari sampai tiga hari bahkan lebih.
Sedangkan Magereya Baru (Yikwanak Permisi) seseorang , yang kena magereya merasakan gejala sakit kepala, perut dll di bagian tubuh, akan tetapi untuk kematian dalam per jam atau sebelum 24 jam seseorang yang kena magareya akan segera meninggal.Katanya"
Selain magereya di atas kita juga dapat menemukan Sihir atau Kuguruwo dalam praktiknya menggunakan burung mendatangi rumah seseorang yang akan membunuhnya memberikan suara di atas atap rumah, akan tetapi untuk ciri-ciri orang yang kena kuguruwo tidak langsung mati atau meninggal, tapi bisa bertahan lama mingguan, bahkan bulan.
Orang yang kena Kuguruwo bisa di sembuhkan kembali dengan cara memberikan sesuatu kepada pihak Pelaku, seperti memberikan Babi, uang atau harta berharga Lainnya.
Budaya ini sudah ada sejak nenek moyang orang- orang suku Lanny Papua, Namun yang memegang Magariya dan kuguruwo hanya orang-orang suku Lani tertentu saja, bukan semua orang suku Lani Papua, untuk membedakan karakteristik cukup sulit, tetapi setiap kampung atau wilayah masing-masing dari masyarakat sudah terindikasi, siapa yang pegang barang jahat itu. Pintanya Midiles Kogoya"
Ada banyak motivasi seseorang yang kemudian memegang magareya atau kuguruwo, yaitu mungkin ingin belas dendam karena pihak pelaku masih menyimpan marah akibat kasus Masa lalu saat perang suku, atau pencurian , perampasan lahan atau Kawin Lari Selingkuhan.
Sebelum adanya penyebaran Agama oleh misionaris ada banyak kekuatan sihir dan magariya tetapi setelah adanya agama Kristen Protestan dan Katolik di beberapa wilayah Papua pegunungan magariya dan kuguruwo mulai berkurang, pada abad, 61, 71, 81, dan 91 tetapi setelah UU Otsus No. 2001 tentang otonomi khusus Papua di perlakukan hegemoni politik praktis menjadi kebutuhan mendasar dan menjadi fenomena informasi yang cukup aktif di kalangan masyarakat.
Tentu Nilai- Nilai fundamen agama, budaya sosial yang positif komunal itu secara bertahap- Tahap hilang, seperti kolektivitas kehidupan, sosialisme, kemandirian ekonomi.
Artinya setelah adanya penyelenggaraan pemerintah (Desentralisasi) dari Jakarta terhadap wilayah Papua, angka konflik meningkat, seperti pembunuhan, penculikan, kriminalitas di masyarakat, ini terjadi karena faktor sistem pemerintahan yang sangat buruk dan kotor, dan pesta demokrasi politik yang tidak baik, atau tidak sesuai, misalnya dalam pencalonan legislatif DPRD , pemerintah desa yang tidak efektif , semua di lakukan oleh kemauan pemimpin Elit daerah, tanpa pernah pertimbangkan dampak buruknya.
Maka kehidupan rakyat Papua pegunungan dari komunal bergeser ke kehidupan kapitalisme bahwa kehidupan manusia hanya bergantungan kepada uang, jabatan dan pemerintah, sehingga terjadi perubahan paradigma berpikir, dan mengesampingkan nilai-nilai budaya luhur, agama, toleransi, hidup dalam kolektif dan sosialisme.katanya"
Menurut dinas kesehatan seperti yang laporkan oleh media jubi bawah Angka kematian lebih tinggi daripada angka kelahiran artinya kematian orang suku LANI Papua bukan hanya faktor sakit pada umumnya dan faktor pembunuhan militer Indonesia, akan tetapi juga magareya dan kuguruwo menjadi peluru yang sangat ganas terjadi depopulasi terhadap suku Lani Papua.
Lebih berbahayanya lagi adalah orang kena magareya dan kuguruwo tidak dapat di sembuhkan oleh medis kesehatan pada umumnya, kecuali hanya melalui budaya adat saja yang dapat di sembuhkan dari sakit magariya dan kuguruwo.
Parah pelaku Magareya dan Kuguruwo masyarakat lingkungan sudah tahu, tetapi dalam banyak kasus pelaku belum pernah di hukum secara adat maupun hukum pemerintah Indonesia, parah pelaku semakin berani membunuh orang karena masyarakat sekitar memelihara pelaku.
Menurut saya (Penulis), Pelaku Magariya dan Kuguruwo merupakan pelanggaran HAM terberat, yang pernah terjadi,dan terus terjadi karena pembunuhan di lakukan secara terencana dan terkonsep, sementara pihak korban hanya bisa menerima .
Saran dan Kritik
Pemerintah daerah sebagai pelaku dan pemegang kekuasaan agar segara perbaiki sistem pemerintahan sesuai dengan yang berlaku Indonesia pada umumnya, pemerintah segara mengambil langkah- langkah afirmatif, keberpihakan kepada orang Asli Papua (OAP), dan membuat uu khusus tentang magariya dan kuguruwo. Agar bisa mengatasi masalah kematian atau meninggal ini.
Di aspek lain kematian orang Tolikara pada umumnya suku lani tidak bisa simpulkan langsung bahwa orang meninggal karena kena magariya, paling tidak seseorang meninggal karena komplikasi pada kesehatan lain, dengan demikian dalam mengambil kesimpulan kita perlu data investigasi nyata di lapangan atas suatu kasus.
Karubaga, 013 November 2023
[Redaksi.Tolitvnews.com]*