Notification

×

Iklan

Iklan

OAP Terhadap Jhon Tabo Salah Satu Calon Gub Papau Pegunungan Keaslian PPP Harus Di cek Kembali Garis Turunan Patrilineal

Agustus 13, 2024 | Agustus 13, 2024 WIB Last Updated 2024-08-12T18:19:31Z
WAMENA(TOLITVNEWS.COM]-Merujuk Pasal 1 Ayat 33 tentang Definisi OAP dan di pasal peralihan UU OTSUS menjadi catatan Serius terhadap keaslian OAP  dalam bursa Calon Gubernur DI Seluruh Tanah Papua.

Jhon Tabo adalah salah satu Orang yang sesungguhnya Bapaknya adalah  bukan Orang Asli Papua, sekalipun Ibunya adalah Orang Asli Papua.

Untuk mematuhi UU OTSUS maka perlu di lakukan proses perifikasih dan pertimbangan administrasi dan kelayakan sebagai Orang Asli Papua Melalui Lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP).

Akhir + akhir ini MRP telah merilis beberapa poin sebagai sikap MRP pada Pemilihan Kepala Daerah di tanah Papua yang prinsipnya Menolak terhadap proses pencalonan Gubernur atau Bupati yang bukan Orang Asli Papua.

Demi tegaknya hukum (UU OTSUS) di tanah Papua Maka di pandang perlu untuk di tindak tegas.

Masyarakat Papua Pegunungan berpesan kepada MRP agar saatnya kalian benar2 membela kaum tertindas OAP.

NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah membangun
masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;

b. bahwa masyarakat Papua sebagai insan ciptaan Tuhan dan bagian dari umat
manusia yang beradab, menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, nilai-nilai agama,
demokrasi, hukum, dan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakat hukum adat,
serta memiliki hak untuk menikmati hasil pembangunan secara wajar;

c. bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut
Undang-Undang Dasar 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dalam
undang-undang;

d. bahwa integrasi bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus
tetap dipertahankan dengan menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan sosial
budaya masyarakat Papua, melalui penetapan daerah Otonomi Khusus;

e. bahwa penduduk asli di Provinsi Papua adalah salah satu rumpun dari ras Melanesia
yang merupakan bagian dari suku-suku bangsa di Indonesia, yang memiliki
keragaman kebudayaan, sejarah, adat istiadat, dan bahasa sendiri;

f. bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Provinsi
Papua selama ini belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya
memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung
terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan
penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia di Provinsi Papua, khususnya
masyarakat Papua;

g. bahwa pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam Provinsi Papua belum
digunakan secara optimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat asli, sehingga
telah mengakibatkan terjadinya kesenjangan antara Provinsi Papua dan daerah lain,
serta merupakan pengabaian hak-hak dasar penduduk asli Papua;

h. bahwa dalam rangka mengurangi kesenjangan antara Provinsi Papua dan Provinsi
lain, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di Provinsi Papua, serta memberikan
kesempatan kepada penduduk asli Papua, diperlukan adanya kebijakan khusus
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

i. bahwa pemberlakuan kebijakan khusus dimaksud didasarkan pada nilai-nilai dasar
yang mencakup perlindungan dan penghargaan terhadap etika dan moral, hak-hak
dasar penduduk asli, Hak Asasi Manusia, supremasi hukum, demokrasi, pluralisme,
serta persamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sebagai warga negara;

j. bahwa telah lahir kesadaran baru di kalangan masyarakat Papua untuk
memperjuangkan secara damai dan konstitusional pengakuan terhadap hak-hak
dasar serta adanya tuntutan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan
pelanggaran dan perlindungan Hak Asasi Manusia penduduk asli Papua;

k. bahwa perkembangan situasi dan kondisi daerah Irian Jaya, khususnya menyangkut
aspirasi masyarakat menghendaki pengembalian nama Irian Jaya menjadi Papua
sebagaimana tertuang dalam Keputusan DPRD Provinsi Irian Jaya Nomor
7/DPRD/2000 tanggal 16 Agustus 2000 tentang Pengembalian Nama Irian Jaya
Menjadi Papua;

l. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut pada huruf a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, dan k
dipandang perlu memberikan Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang ditetapkan
dengan undang-undang;
Mengingat

: 1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal
20 ayat (1) dan ayat (5), Pasal 21 ayat (1), Pasal 26, dan Pasal 28;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian,
dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999
tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004;

4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/2000
tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan;

5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/2000
tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah;

6. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/2000

tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional;
7. Ketetapan …
7. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
VIII/MPR/2000 tentang Laporan Tahunan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara pada
Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2000;

8. Undang-undang Nomor 1/Pnps/1962 tentang Pembentukan Propinsi Irian Barat;

9. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian
Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2907);

10.Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3839);

11.Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

12.Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3882);

13.Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165 Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3886);

14.Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara
Tahun 2000 Nomor 4012);

15.Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 208, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4026);

Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN 

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA.
BAB I …
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
a.
Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka NegaraKesatuan Republik Indonesia;
b.
Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papuauntuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiriberdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua;
c.
Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan RepublikIndonesia yang terdiri atas Presiden beserta para Menteri;
d.
Pemerintah Daerah Provinsi Papua adalah Gubernur beserta perangkat lain sebagai BadanEksekutif Provinsi Papua;
e.
Gubernur Provinsi Papua, selanjutnya disebut Gubernur, adalah Kepala Daerah dan KepalaPemerintahan yang bertanggung jawab penuh menyelenggarakan pemerintahan di Provinsi Papuadan sebagai wakil Pemerintah di Provinsi Papua;
f.
Dewan Perwakilan Rakyat Papua, yang selanjutnya disebut DPRP, adalah Dewan PerwakilanRakyat Daerah Provinsi Papua sebagai badan legislatif Daerah Provinsi Papua;
g.
Majelis Rakyat Papua, yang selanjutnya disebut MRP, adalah representasi kultural orang asliPapua, yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papuadengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan,dan pemantapan kerukunan hidup beragama sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini;
h.
Lambang Daerah adalah panji kebesaran dan simbol kultural bagi kemegahan jati diri orang Papuadalam bentuk bendera Daerah dan lagu Daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan;
i.
Peraturan Daerah Khusus, yang selanjutnya disebut Perdasus, adalah Peraturan Daerah ProvinsiPapua dalam rangka pelaksanaan pasal-pasal tertentu dalam Undang-undang ini;
J. 
Peraturan Daerah Provinsi, yang selanjutnya disebut Perdasi, adalah Peraturan Daerah Provinsi
Papua dalam rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan 

k.
Distrik, yang dahulu dikenal dengan Kecamatan, adalah wilayah kerja Kepala Distrik sebagaiperangkat daerah Kabupaten/Kota;
l. Kampung …
l.
Kampung atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memilikikewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkanasal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan beradadi daerah Kabupaten/Kota;
m.
Badan Musyawarah Kampung atau yang disebut dengan nama lain adalah sekumpulan orangyang membentuk satu kesatuan yang terdiri atas berbagai unsur di dalam kampung tersebut sertadipilih dan diakui oleh warga setempat untuk memberikan saran dan pertimbangan kepadaPemerintah Kampung;
n.
Hak Asasi Manusia, yang selanjutnya disebut HAM, adalah seperangkat hak yang melekat padahakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan merupakananugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia;
o.
Adat adalah kebiasaan yang diakui, dipatuhi dan dilembagakan, serta dipertahankan olehmasyarakat adat setempat secara turun-temurun;
p.
Masyarakat Adat adalah warga masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah dan terikat sertatunduk kepada adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya;
q.
Hukum Adat adalah aturan atau norma tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat hukum adat,mengatur, mengikat dan dipertahankan, serta mempunyai sanksi;
r.
Masyarakat Hukum Adat adalah warga masyarakat asli Papua yang sejak kelahirannya hidupdalam wilayah tertentu dan terikat serta tunduk kepada hukum adat tertentu dengan rasasolidaritas yang tinggi di antara para anggotanya;
s.
Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atassuatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untukmemanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
t.
Orang Asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri darisuku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asliPapua oleh masyarakat adat Papua;
u.
Penduduk Provinsi Papua, yang selanjutnya disebut Penduduk, adalah semua orang yang menurut ketentuan yang berlaku terdaftar dan bertempat tinggi di provinsi Papua 

LAMBANG-LAMBANG
Pasal 2
(1)
Provinsi Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia menggunakan SangMerah Putih sebagai Bendera Negara dan Indonesia Raya sebagai Lagu Kebangsaan.
(2)
Provinsi Papua dapat memiliki lambang daerah sebagai panji kebesaran dan simbol kultural bagikemegahan jati diri orang Papua dalam bentuk bendera daerah dan lagu daerah yang tidakdiposisikan sebagai simbol kedaulatan.
(3)
Ketentuan tentang lambang daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjutdengan Perdasus dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
BAB IIIPEMBAGIAN DAERAH
Pasal 3
(1)
Provinsi Papua terdiri atas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang masing-masing sebagaiDaerah Otonom.
(2)
Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas sejumlah Distrik.
(3) Distrik terdiri atas sejumlah kampung atau yang disebut dengan nama lain.
(4)
Pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan/atau penggabungan Kabupaten/Kota, ditetapkandengan undang-undang atas usul Provinsi Papua.
(5)
Pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan/atau penggabungan Distrik atau Kampung atauyang disebut dengan nama lain, ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

6)
Di dalam Provinsi Papua dapat ditetapkan kawasan untuk kepentingan khusus yang diatur dalamperaturan perundang-undangan atas usul Provinsi.

BAB IVKEWENANGAN DAERAH
Pasal 4
(1)
Kewenangan Provinsi Papua mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecualikewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, moneter dan fiskal, agama, danperadilan serta kewenangan tertentu di bidang lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturanperundang-undangan.
(2)
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam rangka pelaksanaan OtonomiKhusus, Provinsi Papua diberi kewenangan khusus berdasarkan Undang-undang ini.
(3)
Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjutdengan Perdasus atau Perdasi.
(4)
Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencakup kewenangan sebagaimana telahdiatur dalam peraturan perundang-undangan.
(5)
Selain kewenangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4), Daerah Kabupaten dan DaerahKota memiliki kewenangan berdasarkan Undang-undang ini yang diatur lebih lanjut denganPerdasus dan Perdasi.
(6)
Perjanjian internasional yang dibuat oleh Pemerintah yang hanya terkait dengan kepentinganProvinsi Papua dilaksanakan setelah mendapat pertimbangan Gubernur dan sesuai denganperaturan perundang-undangan.
(7)
Provinsi Papua dapat mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan lembaga ataubadan di luar negeri yang diatur dengan keputusan bersama sesuai dengan peraturanperundang-undangan.
(8)
Gubernur berkoordinasi dengan Pemerintah dalam hal kebijakan tata ruang pertahanan di ProvinsiPapua.
(9)
Tata cara pemberian pertimbangan oleh Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Perdasus.

BAB VBENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN
Bagian KesatuUmum
Pasal 5
(1)
Pemerintahan Daerah Provinsi Papua terdiri atas DPRP sebagai badan legislatif, dan PemerintahProvinsi sebagai badan eksekutif.
(2)
Dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Khusus di Provinsi Papua dibentuk Majelis RakyatPapua yang merupakan representasi kultural orang asli Papua yang memiliki kewenangan tertentudalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua, dengan berlandaskan pada penghormatanterhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidupberagama.
(3)
MRP dan DPRP berkedudukan di ibu kota Provinsi.
(4)
Pemerintah Provinsi terdiri atas Gubernur beserta perangkat pemerintah Provinsi lainnya.
(5)
Di Kabupaten/Kota dibentuk DPRD Kabupaten dan DPRD Kota sebagai badan legislatif sertaPemerintah Kabupaten/Kota sebagai badan eksekutif.
(6)
Pemerintah Kabupaten/Kota terdiri atas Bupati/Walikota beserta perangkat pemerintahKabupaten/Kota lainnya.
(7)
Di Kampung dibentuk Badan Musyawarah Kampung dan Pemerintah Kampung atau dapat disebut dengan nama lain.
Bagian kedua badan legislatif pasal 6 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 9 -
(1)
Kekuasaan legislatif Provinsi Papua dilaksanakan oleh DPRP.
(2)
DPRP terdiri atas anggota yang dipilih dan diangkat berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(3)
Pemilihan, penetapan dan pelantikan anggota DPRP dilaksanakan sesuai dengan peraturanperundang-undangan.
(4)
Jumlah anggota DPRP adalah 1. (satu seperempat) kali dari jumlah anggota DPRD Provinsi Papuasebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(5)
Kedudukan, …
(5)
Kedudukan, susunan, tugas, wewenang, hak dan tanggung jawab, keanggotaan, pimpinan danalat kelengkapan DPRP diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(6)
Kedudukan keuangan DPRP diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 7
(1)
DPRP mempunyai tugas dan wewenang:
a.
memilih Gubernur dan Wakil Gubernur;
b.
mengusulkan pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih kepada PresidenRepublik Indonesia;
c.
mengusulkan pemberhentian Gubernur dan/atau Wakil Gubernur kepada PresidenRepublik Indonesia;
d.
menyusun dan menetapkan arah kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah danprogram pembangunan daerah serta tolok ukur kinerjanya bersama-sama denganGubernur;
e.
membahas dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersama-samadengan Gubernur;
f.
membahas rancangan Perdasus dan Perdasi bersama-sama dengan Gubernur;
g.
menetapkan Perdasus dan Perdasi;
h.
bersama Gubernur menyusun dan menetapkan Pola Dasar Pembangunan Provinsi Papuadengan berpedoman pada Program Pembangunan Nasional dan memperhatikankekhususan Provinsi Papua;
i.
memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Papuaterhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah;
j.
melaksanakan pengawasan terhadap daerah lainnya.

_______________
save OAP  

×
Berita Terbaru Update